Cerpen
Seorang petani tua yang kaya raya, yang merasa bahwa dia tidak
punya banyak hari lagi untuk hidup, memanggil anak-anaknya ke samping tempat
tidurnya.
"Anakku," katanya, "Sudah saatnya apa
yang harus kukatakan kepadamu. Jangan terlibat dalam urusan apa pun dengan
harta warisan yang telah saya tulis. Di suatu tempat di sana
tersembunyi harta yang sangat berharga. Aku tidak tahu tempat yang tepat,
tetapi itu ada di sana, dan kamu pasti akan menemukannya, dan jangan lupa nak,
tetapalah jadi dirimu.
Sang ayah meninggal, setelah meninggal ayahnya hanya
meninggalkan bibit yang unggul, dan tidak lama setelah itu ia berada di ladang
ayahnya putra-putranya, mengabaikan bibit yang jauh lebih berharga dari harta
yang dimaksud ayahnya, mulailah mereka bekerja menggali ladang
pertanian yang tak terlalu luas, yang hasilnya hanya cukup untuk makan, dengan
segenap kekuatan,dengan semagat yang menggebu-gebu mereka, membalikkan setiap tanah dengan sekop mereka, dan menjelajahi seluruh tanah pertanian dua
atau tiga kali.
Dengan frustasi Tidak ada emas/harta yang tersembunyi yang
mereka tidak temukan, tetapi pada saat panen ketika mereka telah menyelesaikan
menanam bibit yang unggul dan telah mengantongi untung yang jauh lebih besar
bahkan bisa membeli berhektar-hektar lahan, mereka baru mengerti bahwa harta
karun yang ayah mereka katakan kepada mereka adalah kekayaan panen yang
melimpah, dan mereka tidak menyadari harta itu.
Janganlah terlalu cepat membuat kesimpulan dan
berkomentar dengan mengatakan nasib baik atau jelek yang dialami seseorang,
semuanya adalah suatu rangkaian proses. Syukuri dan terima keadaan yang terjadi
saat ini, apa yang kelihatan baik hari ini belum tentu baik untuk hari esok.
Apa yg buruk hari ini belum tentu buruk untuk hari esok”.
Comments
Post a Comment